Kamis, 07 Agustus 2008

Perlukah FPI Dibubarkan?

by : Anas Urbaningrum
Dikutip dari Kolom Sudut Pandang, Harian Jurnal Nasional, Jakarta Jum'at, 06 Jun 2008.

Monas, 1 Juni 2008. Kekerasan mewarnai peringatan hari lahirnya Pancasila. Sekelompok orang dari laskar yang diidentifikasi sebagai FPI menyerang sekelompok orang lain yang dinilai membela keberadaan Ahmadiyah. Walhasil, acara bubar dan beberapa partisipan harus dirawat. Kita layak mengecam dan mengutuk insiden itu. Kekerasan warga negara atas warga negara yang lain, atas nama apa pun juga, tidak bisa kita terima. Kekerasan adalah cermin dari jalan pikiran yang "pendek akal". Juga tanda dari mentahnya akal budi kemanusiaan: tidak sanggup menerima perbedaan secara dewasa.
Kita patut memberi apresiasi kepada ketegasan pemerintah. Presiden SBY meminta aparat bertindak cepat. Argumentasinya jelas: negara tidak boleh kalah dengan premanisme. Polisi juga berlaku sigap. Sekelompok orang yang diidentifikasi sebagai pelaku kekerasan telah diamankan. Kita harapkan segera diadili di hadapan hukum.Kita tidak benci FPI dan memang tidak boleh membenci FPI. Yang kita tolak adalah kekerasan sebagai "metode perjuangan". Padahal kekerasan justru mencemari Islam, agama yang dibelanya. Kekerasan amat berseberangan dengan Islam yang damai dan teduh. Islam yang hendak diperjuangkan FPI adalah antitesis nyata dari kekerasan yang dipraktikkannya. Karena itu, FPI perlu bertaubat dari metode kekerasan. Taubatan nasuha. Ini yang jauh lebih penting. Kita perlu membantu dan menolong FPI untuk sembuh dari penyakit kekerasan. Bukan hanya FPI. Organisasi atau kelompok apa pun juga, jika bersahabat dengan kekerasan, harus kita dorong dan bantu untuk bertaubat. Itulah jalan terbaik yang bisa ditempuh. Tidak perlu dibubarkan. Setiap orang berhak berserikat dan berkumpul. Itu dilindungi oleh konstitusi. FPI adalah ekspresi hajat berserikat. Karena itu tidak boleh diganggu hak dasarnya. Negara justru harus menjamin kebebasan berserikat. Kalau kita menjamin hak hidup FPI (minus kekerasan) atau FPI yang berlaku Islami (damai dan teduh), sebaliknya FPI juga wajib memastikan untuk tidak merusak hak sipil dari warga negara yang lain. Biarkan semuanya hidup berdampingan dalam harmoni, karena saling paham dan saling menghormati. Kecuali jika FPI bersikukuh untuk tetap hidup dengan cara kekerasan. Tentu jalan terhormat yang bisa kita sarankan adalah membubarkan diri dengan sukarela. Membubarkan diri secara sadar, tanpa paksaan, jelas jauh lebih terhormat. Bukankah Habib Rizieq berpedoman: hidup terhormat atau mati syahid? Wallahu a'lam.

[Kembali]

Senin, 04 Agustus 2008

20 Keutamaan Umat Islam Indonesia

Oleh Nasaruddin Umar
Dikutip dari Rubrik Opini di Harian Jurnal Nasional, Senin, 04 Agustus 2008 halaman 10.

Umat Islam Indonesia nampaknya menjadi fenomena penting di dalam dunia internasional, khususnya di dalam dunia Islam. Ini disebabkan karena selain Indonesia dipadati oleh umat Islam, hampir 90 persen, republik ini juga sudah mulai memainkan peran penting di dalam dunia internasional. Ke-20 keutamaan umat Islam di Indonesia antara lain sebagai berikut:
Pertama, jumlah penduduk muslim terbesar di dunia adalah Indonesia. Berdasarkan survei penduduk pada tahun 2005 yang dilakukan oleh BPS, berjumlah 189.014.015 jiwa, atau 88,58 % dari total penduduk 213.375.287. Bandingkan urutan berikutnya, yaitu Kristen 12.356.404 (5,79%), Katolik 6.558541 (3,07%), Hindu 3.697.971 (1,73%), Buha 1.299.565 (0,61%), Kong Hu Chu 205.757 (0,10%), dan lain-lainnya 243.034 (0,11%). Jika dikumpulkan jumlah umat Islam di negara-negara Arab masih lebih besar kumlah umat Islam Indonesia. Bagaimanapun juga besarnya jumlah penduduk pasti memberikan konsekwensi khusus untuk mendapatkan perhatian.
Kedua, Indonesia mempunyai wilayah terluas jika dibandingkan dengan negara-negara berpenduduk mayoritas Islam lainnya. Jika dibentangkan dari Sabang sampai Marauke, maka di sana akan 3 bagian waktu, yaitu Waktu Indonesia bagian Barat, Tengah dan Timur. Jika kita terbang dari ujung ke ujung maka kita membutuhkan sekitar tujuh jam, sama dengan terbang dari Ankara sampai ke London yang di sana kita melintasi hampir 20 negara.
Ketiga, geografi Indonesia berada di posisi silang. Artinya, orang Barat yang mau ke Timur harus melewati Indonesia, demikian pula sebaliknya, karena alat transportasi apapun melewati wilayah ini lebih aman dan lebih murah.
Keempat, umat Islam Indonesia didukung oleh kebudayaan lembut (soft culture). Seperti kita tahu, wilayah Indonesia sangat memungkinkan untuk terbentuknya soft culture, karena alamnya yang begitu bersahabat. Juga sebelum Islam datang sudah dikenal ada ajaran agama seperti yang tergolong soft culture seperti agama Hindu dan Budha. Berbeda dengan kultur Timur Tengah yang dibentuk oleh alam yang ganas, seperti wilayah padang pasir dan dengan budaya penduduk nomaden.
Kelima, wilayah Indonesia terdiri atas ribuan pula-pulau. Lautnya jauh lebih luas ketimbang daratannya. Kebudayaan maritim (kelautan) cenderung lebih terbuka ketimbang kultur continental, daratan seperti kita bisa saksikan di wilayah Eropa dan Timur Tengah. Kebudayaan maritim cenderung lebih terbuka, demokratis, dan egaliter di banding wilayah yang berkultur continental, meskipun hal ini tidak otomatis.
Keenam, bebas dari konflik regional Timur-Tengah. Dengan demikian Indonesia bisa memegang peran yang lebih besar dalam upaya mewujudkan hegemoni dan kawasan lebih damai. Terutama untuk perdamaian di dalam berbagai konflik berkepanjangan di kawasan Timur Tengah.
Ketujuh, mazhabnya lebih homogen (sunni). Hal ini memberikan keuntungan tersendiri bagi Indonesia. Bayangkan sekiranya Indonesia yang super heterogen ini dikotak-kotakkan lagi oleh mazhab dan aliran maka sudah barang tentu akan lebih merepotkan bangsa ini. Kota Beirut dan kota Bagdad sekarang tercabik-cabik karena pertentangan dua komunitas yang berbeda mazhab dan aliran. Di Beirut ada milisi Sunny dan ada juga milisi Syi'ah. Hal yang serupa juga terjadi di Bagdad.
Kedelapan, mazhab Sunni yang dianut di Indonesia juga sangat membantu meringankan beban pemerintah menyatukan bangsa ini. Pandangan politik sunni berasumsi bahwa 100 tahun dipimpin oleh penguasa dhalim leboh baik ketimbang sehari terjadi kosongnya kepemimpinan negara. Bandingkan mazhab Syi'ah yang tidak akan metolerir pemimpin yang dhalim. Masyarakat Sunni lebih banyak bersikap toleran dan kooperatif terhadap penguasa ketimbang masyakat Syi'ah secara konsep.
Kesembilan, Indonesia menganut sistem demokrasi. Bandingkan dengan negara-negara Islam pada umumnya masih tetap mempertahankan sisitem monarki/kerajaan. Jadi para warga bangsa yang bukan keturunan bangsawan belum bisa bermipi untuk menjadi pemimpin di negeri itu.
Kesepuluh, negara Islam pertama melakukan pemilihan presiden secara langsung. Ini juga luar biasa dampaknya di dalam masyarakat. Setiap warga negara berhak dengan begitu bebas menentukan pilihannya secara langsung tanpa bayang-bayang ketakutan sebagaimana terjadi di sejumlah negara Islam lainnya. Dapat dikatakan bahwa Indonesia negara Islam pertama merealisasikan konsep demokrasi secara maksimum.
Kesebelas, kehadiran Departemen Agama yang mengurus dan melayani kepentingan umat beragama di Indonesia. Indonesia memang bukan negara agama (Islam) tetapi juga buka negara sekuler yang memandang kehidupan agama itu sebagai wilayah privat. Departemen Agama dalam lintasan sejarahnya telah berhasil menempatkan diri bagaikan melting pot untuk mencairkan berbagai fenomena ketegangan dan konflik yang bersinggungan dengan agama.
Keduabelas, keberadaan Pancasila sebagai falsafah bangsa terbukti sangat "sakti" mempersatukan bangsa Indonesia yang sedemikian majmuk dari berbagai segi. Pansasila menghimpun yang berserakan dalam suatu wadah tunggal yang disebut Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ketigabelas, kekayaan alamnya amat besar dan berfariasi. Kekayaan itu melimpah di laut dan di darat, misalnya berupa ikan dan berbagai aneka tambang, kekayaan fauna dan flora serta keindahan alam lainnya yang tak terlukislan.
Keempatbelas, kesetaraan gendernya lebih maju. Bandingkan dengan negara-negara Islam lainnya, Indonesia termasuk negara yang memiliki peringkat yang lebih baik di banding dengan negara-negara Islam lainnya. Contoh kongkritnya, jalan-jalanlah di pasar-pasar tradisional di negara-negara Islam, seprti negara-negara teluk, masih tetap dominan kita menyaksikan kaum laki-laki lebih besar jumlahnya dari pada perempuan, baik sebagai penjual maupun sebagai pembeli. Sebaliknya di pasar-pasar tradisional kita di Indonesia masih seimbang bahkan sudah mulai dominan bagi kaum laki-laki.
Kelimabelas, memiliki keaneka ragaman budaya yang menjadi warna-warna lokal jaran Islam di Indonesia. Misalanya Islam Jawa, Islam Sumatera, Islam Bugis-Makassar, Islam Maluku, Islam Madura, dan lain sebagainya.
Keenambelas, adanya sistem pesantren sebagai salahsatu lembaga pendidikan Islam tradisional yang memberikan pengaruh penting di dalam masyarakat. Dengan sosiologi pesantren yang begitu penting perannya di dalam masyarakat membuat umat Islam, terutama di Pulau Jawa bisa menyatukan paradigma agama dan paradigma budaya, ibarat sebuah mata uang yang memiliki dua sisih, dengan tetap secara kritis melakukan langkah-langkah pembinaan.
Ketujuhbelas, kehadiran perguruan tinggi Islam, seperti UIN, IAIN, STAIN, dan perguruan Tinggi Islam swasta lainnya, yang terletak hampir di setiap propinsi bahkan sampai di kabupaten, memegang peranan penting untuk memberikan pencerdasan terhadap umat. Ajaran Islam yang diajarkan di perhuruan tinggi tersebut ialah ajaran Islam yang lebih komperhensif, toleran, dan berkesetaraan.
Kedelapanbelas, kehadiran ormas-ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah dan ormas-ormas Islam lainnya ikut serta juga menciptakan kondisi yang baik untuk lehirnya sebuah umat yang menjunjung tinggi pluralitas di dalam masyarakat. Banyak konflik internal di dalam Islam dapat diselesaikan oleh ormas-ormas Islam.
Kesembilanbelas, kehadiran Majlis Ulama Indonesia (MUI) juga menjadi faktor penting di dalam memelihara kerukunan umat, baik kerukunan internal umat Islam, kerukunan antar umat beragama, maupun kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah. Majlis Ulama Indonesia berdampingan dengan majlis-majlis agama lainnya di luar Islam.
Terakhir, faktor bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam menyampaikan nilai-nilai dan ajaran Islam juga sangat menentukan. Dari ujung ke ujung bangsa ini secara umum diajarkan Islam dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Bahasa Indonesia sendiri memiliki karakteristik yang senapas dengan substansi Ajaran Islam, yaitu egaliter. Belum lagi kosa kata bahasa Indonesia banyak sekali yang bersal dari bahasa Arab/bahasa Al-Qur'an

Ke-20 kekhususan umat Islam Indonesia ini menjadi modal dan aset bangsa yang amat besar di dalam menyatukan umat Islam dan sekaligus menyatukan bangsa Indonesia. Sulit membayangkan adanya keutuhan bangsa Indonesia tanpa keutuhan umat Islam Indonesia. Sebaliknya sulit membayangkan adanya keutuhan umat Islam di Indonesia tanpa keutuhan bangsa Indonesia. Jadi memang kita harus hati-hati kalau ada upaya yang akan memecah belah umat Islam karena dampaknya juga akan memecah belah bangsa ini.

Nasaruddin Umar
Rektor Institut PTIQ, Jakarta