Kamis, 31 Juli 2008

ICIS, Perdamaian, dan Kemiskinan

Tajuk Rencana (KOMPAS)

Konferensi Internasional Cendekiawan Islam Ke-3 (ICIS Ke-3) berlangsung di Jakarta, 29 Juli-1 Agustus 2008. Banyak pesan yang kita simak dari konferensi itu.
Konferensi ini diselenggarakan bersama oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Departemen Luar Negeri dan diikuti 350 peserta dari 67 negara. Pelbagai isu—mulai dari konflik hingga pendidikan perdamaian— muncul dalam konferensi ini.
Kita garis bawahi pentingnya acara ini karena bertemunya peserta dari negara berlainan situasi dan kondisi dapat digunakan untuk saling bertukar informasi mengenai perkembangan mutakhir perihal Islam di negara masing-masing. Pertemuan juga dapat dimanfaatkan untuk saling belajar dalam menjawab berbagai tantangan modern.
Di sejumlah negara yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, konflik diakui masih terjadi. Sejauh ini muncul kesan, konflik yang terjadi karena sebab-sebab agama. Namun, dalam konferensi muncul penjelasan, konflik tersebut lebih merupakan konflik politik yang harus dicari jalan keluar untuk mengakhirinya.
Sementara menyangkut perbedaan, cendekiawan NU Said Aqiel Siradj melihat itu bukan masalah karena masing-masing (bangsa dan komunitas) memiliki pengalaman berbeda. Yang penting, perbedaan tidak diikuti dengan permusuhan dan kebencian. Kita menilai baik pandangan itu dan dapat diperluas untuk konteks lebih besar hingga ke level antarbangsa. Ini mengingat dunia pascakejadian 11 September 2001 diliputi oleh perkembangan politik yang tidak menguntungkan Islam.
Salah satu upaya untuk memperluas saling pengertian adalah dengan meluaskan pendidikan berorientasi damai. Menurut Dekan Fisipol UGM Mohtar Mas’oed, upaya memperluas pendidikan perdamaian telah dilakukan meskipun sifatnya masih sporadis. Termasuk dalam hal ini adalah dialog antaragama.
Selain mendorong kerja sama mengembangkan perdamaian, konferensi juga mendapat masukan penting dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden mengimbau umat Islam perlu segera mengakhiri konflik internal agar dapat memusatkan diri pada pembangunan ekonomi dan mengangkat kehidupan 600 juta umat yang masih hidup dalam kemiskinan.
Itulah sebenarnya intisari tantangan yang masih melilit umat Islam, dan harus secara jernih dilihat, dan direspons dengan sekuat tenaga. Kita tahu, kalau tidak ada upaya untuk memperbaiki perikehidupannya, umat akan terus tertinggal dan itu membuatnya terus rentan terkena konflik. Kita berharap konferensi memberikan perhatian besar pada isu strategis ini.

Tidak ada komentar: